Seperti Mitsui Hisashi, Kesempatan Kedua Harus dengan Apik Dieksekusi
“Life always offers you second chance, it’s called tomorrow.”
- Dylan Thomas
Kutipan itu terlintas di kepala saya kala menonton ulang serial anime Slam Dunk untuk mengisi waktu selama bedrest akibat tipes pekan lalu. Anime yang mengisahkan tentang kompetisi basket SMA ini memang memorable bagi saya karena jalan cerita dan banyaknya adegan lucu. Salah satu tokoh yang saya sukai dalam serial ini adalah Mitsui Hisashi. Ketertarikan ini tak hanya muncul dari segi character design, namun juga dari backstory si tokoh.
Diceritakan bahwa Mitsui merupakan bintang basket sejak SMP yang berhasil meraih predikat MVP. Kepiawaiannya di lapangan membuatnya ditawari beasiswa oleh banyak SMA, namun pilihan Mitsui jatuh pada SMA Shohoku lantaran keinginannya untuk dilatih oleh Mitsuyoshi Anzai. Padahal Shohoku sendiri bukanlah sekolah yang prestisius. Keinginan Mitsui muncul karena rasa hormat kepada coach Anzai yang pernah memberinya motivasi kala melakoni pertandingan final basket SMP. Wejangan coach Anzai begitu sakti dan membangkitkan semangat Mitsui hingga ia berhasil membawa timnya menjadi jawara kompetisi.
Sayangnya, nasib sial menghampiri pada tahun pertamanya di SMA Shohoku. Sang bintang menderita cedera lutut yang memaksanya absen dari turnamen basket SMA. Rasa kecewa dan kehilangan semangat membuat Mitsui tak hanya berhenti bermain basket, tapi juga berbalik membenci olahraga tersebut. Berpisah dari olahraga yang ia cintai membuat Mitsui menghabiskan waktu dengan luntang-lantung dan bergabung dengan kelompok berandalan.
Puncaknya adalah ketika Mitsui dan gengnya menyerbu lapangan basket di sekolah dengan tujuan memancing tim basket Shohoku untuk berkelahi agar mereka dikeluarkan dari turnamen. Pada akhirnya rencana Mitsui dan geng berandalannya gagal, lewat kejadian itu pula ia kembali dipertemukan dengan coach Anzai. Di hadapan mentornya, Mitsui berlutut berurai air mata sambil mengakui bahwa jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat ingin kembali bermain basket. Tak butuh pikir panjang bagi coach berhati lembut itu untuk menerima kembali anak didiknya sebagai anggota tim. Kembali ke ‘habitat’ membuat Mitsui kembali bersemangat, hingga akhir cerita ia menjadi salah satu pemain paling penting bagi tim Shohoku yang berhasil mengantarkan mereka ke turnamen nasional.
Arc Mitsui ini berhasil memberikan gambaran, setidaknya bagi saya, tentang pentingnya jujur terhadap diri sendiri dan bahwa kesempatan kedua selalu ada. Cedera yang dialami Mitsui digambarkan tak hanya membuatnya tak bisa bermain basket untuk waktu lama, tapi juga memberikan beban mental yang besar. Mitsui kehilangan harapan, bahkan ingin membuang jauh-jauh segala hal tentang basket. Namun, jauh di dalam hatinya kecintaan terhadap basket tak pernah padam. Tak peduli seberapa keras ia mengatakan bahwa ia membenci basket, pada akhirnya isi hati Mitsui tak bisa dibendung.
Saya tahu bahwa ini adalah cerita fiksi yang plotnya telah ditetapkan oleh si kreator, namun saya merasa apa yang diceritakan bisa relate dalam kehidupan nyata. Bayangkan betapa mahal harga yang harus dibayar bila kita terus membohongi diri. Bukan tak mungkin kita kehilangan waktu, kesempatan, atau bahkan seseorang yang kita sayang bila terus mempertahankan sikap tersebut. Dalam kisah Mitsui, ia berusaha mengubur kecintaannya terhadap basket dan menghabiskan waktu bersama anak-anak berandalan. Padahal, dengan tidak menutupi perasaannya terhadap basket ia bisa langsung kembali ke lapangan lebih cepat dan mengejar turnamen di selanjutnya. Dan pada akhirnya ia gagal pula untuk terus berpura-pura menjalankan perannya sebagai orang yang membenci basket. Tidakkah ini menunjukkan bahwa jujur lebih mudah?
Arc Mitsui juga menjadi pengingat bahwa kesempatan kedua selalu ada. Kita semua pasti membuat kesalahan dalam hidup ini, terlepas dari besar atau kecil dan disengaja atau tidak. Dengan menerima bahwa kita tidaklah sempurna dan menyadari bahwa membuat kesalahan adalah hal yang tak bisa dihindari, maka tak perlu membuang waktu lama meratap. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah menerima kesialan yang datang sambil bersiap untuk memperbaiki keadaan. Kita juga harus mengingat bahwa membuat kesalahan menunjukkan kalau kita tengah dalam proses belajar, dan hidup adalah proses belajar tiada henti.
Saya percaya sikap jujur, baik dalam perkataan dan perbuatan, serta kesediaan untuk terus memperbaiki diri adalah salah satu cara untuk mendatangkan kesempatan pada kita. Kesempatan tidak hadir karena kita ingin, tapi karena kita siap. Tak sedikit dari kita yang merasa pantas untuk mendapatkan kesempatan tapi tidak memiliki kesiapan untuk memanfaatkannya dengan baik. Ingatlah, kesempatan kedua adalah kemewahan karena tidak pernah ada jaminan akan datangnya kesempatan ketiga. Hadirnya kesempatan kedua haruslah menjadi pemacu bagi kita untuk dapat berbuat lebih baik dari sebelumnya. Karena apabila tidak, maka kesempatan kedua itu tak akan ada artinya.
Meski ceritanya jelas fiksi dan tak jarang di-cap sebagai tontonan anak-anak, saya rasa tak salah juga memetik pelajaran dari anime. Haha.
Anyway, terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.